Meraih Sehat Mental Lewat Self-Acceptance

Pandemi Covid-19 membuat gue semakin sadar akan pentingnya menjaga kesehatan. Mulai dari upaya pencegahan seperti minum vitamin, menjaga kebersihan diri, mencuci tangan sebelum makan, atau makan-makanan seimbang, hingga ke upaya penyembuhan yang memerlukan bantuan dokter dan alat-alat kesehatan. Pandemi ini juga menghadirkan kondisi baru buat seluruh masyarakat dunia. Kebiasaan di rumah aja, jauh dari keramaian, serta membatasi kontak fisik dengan orang lain termasuk dalam beberapa kondisi baru yang awalnya aneh tapi harus dihadapi oleh semua orang.

Pembatasan bertemu secara langsung juga membatasi manusia untuk bersosialisasi sebagai makhluk sosial. Namun, jika diambil sisi positifnya, adanya pembatasan bertemu secara langsung memberikan ruang buat gue untuk lebih mengenal diri gue sendiri. Simpelnya gini, kalo lagi ngobrol sama orang lain, maka ada perasaan orang lain yang harus dijaga, yaitu perasaan lawan bicara. Nah, kalo gue menghabiskan waktu sendiri, itu artinya hanya ada perasaan diri sendiri yang sedang dipedulikan. Dari sini, bisa dikatakan salah satu nilai positif dari pembatasan bertemu secara langsung karena pandemi adalah gue semakin sadar akan eksistensi perasaan dan validasi emosi diri sendiri.

Ketika gue udah bisa memahami perasaan diri sendiri, gue jadi tau jenis kegiatan apa yang cocok dengan dominasi perasaan yang sedang gue rasakan sehingga gue nggak ngerasa stres saat melakukannya. Keuntungan dari memahami perasaan diri sendiri adalah meraih titik kondisi mental yang sehat. Pasti teman-teman pernah denger dong tentang "kesehatan mental". Apalagi akhir-akhir ini media sosial hampir nggak pernah luput membahas dua kata sakti di atas yang selalu dikaitkan dengan anak muda. Jadi, sebenernya...

Apa sih kesehatan mental?

Akhir-akhir ini kesehatan mental banyak dibicarakan oleh muda-mudi lewat media sosial. Namun, sangat sedikit generasi tua yang paham dan mengerti tentang kesehatan mental. Padahal, bisa dikatakan kesehatan fisik erat kaitannya dengan kesehatan mental. Mental yang sehat sesimpel mood yang baik juga dapat menunjang fisik yang bugar. Maka dari itu, kesehatan mental termasuk hal penting dan memang harus digaungkan.

Nah, kalo gitu kesehatan mental itu apa sih? Menurut WHO, mental yang sehat adalah suatu kondisi di mana seseorang sadar akan kesejahteraan psikologisnya dan memiliki kemampuan untuk mengatasi stres, bekerja dengan produktif, serta berkomunikasi terhadap komunitasnya.

Berbeda dengan kesehatan fisik yang parameternya cukup jelas, parameter kesehatan mental bisa dibilang masih abu-abu. Seseorang yang terlihat senang, memiliki kepribadian social butterfly, serta selalu menunjukkan keceriaan lewat sosial media belum tentu bisa dikatakan sehat secara mental. Begitu pun sebaliknya. Oleh karena itu, penting buat kita untuk tidak sembarangan menjustifikasi orang lain atau bahkan diri kita sendiri mengenai kondisi mental yang sedang dialami. Hal ini disebabkan ada beberapa tahapan yang harus dilalui sebelum akhirnya menjustifikasi kondisi mental seseorang.

Setelah mengerti tentang apa itu kesehatan mental, ada baiknya kita melakukan upaya pencegahan sebelum sampai pada kondisi di mana seseorang dikatakan tidak memiliki mental yang sehat. Untuk itu, gue punya satu tips yang ampuh di diri gue dan udah gue terapin selama dalam perjalanan meraih mental yang sehat.

Tips menjaga kesehatan mental di tengah pandemi:

Self-acceptance


Perjalanan gue selama satu tahun belakangan ini cukup menguras emosi, pikiran, dan tenaga. Memasuki masa-masa akhir sekolah di mana harus mempersiapkan diri untuk melaksanakan ujian masuk perguruan tinggi di tengah pandemi, kepenatan karena harus menatap layar dari pagi sampai malem setiap hari, hingga menerima beberapa penolakan sebelum akhirnya masuk ke fakultas dan universitas sekarang ini. Dari semua proses yang udah dilalui, makna terbesar yang bisa gue petik adalah pentingnya self-acceptance. Perjalanan panjang selama satu tahun terakhir membawa gue ke titik menerima seluruhnya atas diri sendiri, kemampuan, kekurangan, fisik, serta garis cerita yang memang harus dijalani.

Mencapai titik self-acceptance tentu tidak mudah dan butuh waktu yang lama. Gue juga melewati masa-masa kecewa sama diri sendiri karena nggak memenuhi kuota untuk seleksi masuk tanpa tes, kehilangan rasa percaya akan kemampuan diri sendiri karena terus dapet nilai jelek di salah satu mata pelajaran, keinginan menyerah karena merasa sangat sulit untuk mencapai tujuan akhir, sampai hampir tergilas oleh overthinking diri sendiri. Namun, ketika pikiran-pikiran negatif tersebut muncul, gue selalu mengambil waktu untuk mengistirahatkan pikiran. Gue memilih kegiatan seperti jogging, bersepeda, menonton film, atau membaca postingan-postingan menarik dari Satu Persen untuk mengembalikan mood yang baik sebelum akhirnya bertanya pada diri sendiri "oke, sekarang gue harus ngapain?".

Nah, dari semua proses yang udah dilalui, gue bisa bilang kalo self-acceptance itu penting banget. Proses ini akan menuntun kita untuk menyusun langkah-langkah ke depan yang bisa diambil setelah kita berpikir tentang diri kita seutuhnya. Dari proses ini juga, kita bisa menerima semua emosi yang ada dalam diri kita. Penerimaan atas kondisi diri sendiri dapat membuat hidup menjadi lebih tenang karena kita nggak selalu berhadapan dengan 2 kondisi mutlak berupa gagal atau berhasil, tapi lebih memfokuskan pada respon sikap terbaik di setiap kondisi yang kita hadapi. Lebih jelasnya, teman-teman bisa nonton video dari Satu Persen tentang Ini Langkah Pertama Menjadi Sehat Mental (Cara Menjaga Mental).


Tahapan awal (bangeeett) dari self-acceptance adalah validasi perasaan yang sedang dirasakan. Untuk hal ini, gue memanfaatkan layanan Tes Sehat Mental dari Satu Persen di sini. Hasil yang gue terima menunjukkan kondisi mental yang cukup baik beserta dengan deskripsinya. Selain menyediakan layanan Tes Sehat Mental, Satu Persen juga menyediakan layanan mentoring, konseling, kelas online, webinar, serta konten menarik di kanal YouTube Satu Persen yang relateable dengan anak muda. Keren, Satu Persen!

Akhir dari postingan ini, gue mengajak teman-teman untuk peduli akan kesehatan mental. Percaya deh, ketika kita udah sampai di titik sehat mental, kita akan lebih tenang, senang, serta nyaman dalam bekerja atau belajar. Memang, perjalanan untuk meraih mental yang sehat cukup panjang dan kadang melelahkan, tapi kita harus percaya bahwa hasil yang akan kita tuai luar biasa. Buat teman-teman yang mau tau lebih lanjut tentang kesehatan mental, bisa dimulai dari membaca postingan menarik milik Satu Persen di sini.



#HidupSeutuhnya
#SatuPersenBlogCompetition

Posting Komentar

0 Komentar